Lulusan Fakultas Kedokteran Swasta Ada yang Nggak Bisa Nyuntik

SURABAYA - Jumlah fakultas kedokteran (FK) di kampus-kampus swasta di Jawa Timur terus meningkat. Daya serapnya juga meningkat. Hal itu menjadi perhatian Dinas Kesehatan Jawa Timur. Di satu sisi, hal itu bisa menjadi solusi pemenuhan kekurangan tenaga kesehatan di daerah. Namun, faktanya, tidak sedikit lulusan FK yang kompetensinya rendah.


Berdasar data Dinas Kesehatan Jawa Timur, kini ada 13 FK di kampus-kampus yang tersebar di Jatim. Meski demikian, hal itu belum menjamin tercukupinya kebutuhan tenaga dokter di setiap wilayah.

Berdasar fakta di lapangan, mayoritas lulusan FK memilih bertahan di kota besar. Dampaknya, ada beberapa kota atau kabupaten yang surplus tenaga dokter. Misalnya, di Surabaya yang surplus 3.789 dokter spesialis dan 129 dokter gigi. Hal serupa terjadi di Sidoarjo. Surplus dokter spesialis mencapai 433, 460 dokter umum, dan 149 dokter gigi. ''Tapi, di daerah lain, ada puskesmas yang tidak memiliki dokter umum,'' tutur Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan Dinkes Jatim One Widyawati. Dia menuturkan, kesulitan dinas kesehatan untuk memeratakan dokter disebabkan proses pengangkatan. Contohnya, yang ditempatkan di puskesmas adalah dokter dengan status PNS.

Lulusan FK di Jatim memang banyak. Namun, dinkes lagi-lagi tidak berwenang untuk langsung mengangkat dokter menjadi PNS. ''Kuota PNS itu ada di Menpan-RB (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Red),'' jelas One.

Selain masalah penempatan dokter, Dinkes Jatim terkendala kompetensi lulusan yang tidak sama. One menuturkan, ada beberapa lulusan FK yang tidak memiliki kompetensi yang baik untuk merawat pasien. ''Di lapangan ada yang disuruh nyuntik saja tidak bisa. Malah ada juga yang takut pegang pasien,'' paparnya.

Kualitas lulusan 13 FK di Jatim akan diketahui ketika mengikuti uji kompetensi. Biasanya, ujian itu dilaksanakan dikti. Sayangnya, banyak lulusan FK dari kampus swasta yang tidak lolos uji kompetensi tersebut. Padahal, uji kompetensi dokter hanya dilakukan dengan ujian tulis. Bukan ujian praktik. ''Saya juga tidak tahu kenapa bisa demikian,'' katanya.

Alat kesehatan biasanya menjadi keluhan dokter ketika ditempatkan di daerah. Berbeda dengan di kota besar seperti Surabaya yang memiliki rumah sakit dengan alat kesehatan mumpuni. Untuk masalah tersebut, Dinkes Jatim hanya bisa membantu masalah keuangan. ''Caranya, daerah harus mengirimkan proposal,'' ucap One.

Untuk memecahkan persoalan pemerataan dokter di Jatim, Pemprov Jatim sebenarnya telah memiliki payung hukum. Yakni, Perda Nomor 7 Tahun 2014 dan Pergub Nomor 74 Tahun 2015 tentang Tenaga Kesehatan. ''Kami akan terus menyosialisasikan peraturan itu kepada FK dan rumah sakit pendidikan,'' tegas One.

Sumber: jpnn.com 

No comments

Abi. Powered by Blogger.