THARIQU AL AKHIRAH (JALAN KE AKHIRAT)
Oleh: Ustadz Dr. Ahmad Djalaluddin, Lc. MA*
Imam Ahmad rahimahullah- meriwayatkan sabda Nabi Muhammad –shallallahu alaihi wa sallama- dengan sanad yang shahih:
«إِنْ قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا»
“Bila kiamat hendak terjadi, dan di tangan salah seorang di antara kalian ada tunas kurma, sekiranya bisa menanamnya sebelum kiamat itu (benar-benar) terjadi, hendaknya ia melakukannya.”
Kiamat hampir tiba. Bukan dzikir, bukan shalat, bukan sedekah yang menjadi pesan Nabi. Bila amal-amal ritual disampaikan, mungkin kita menganggapnya biasa. Tapi, menjadi menarik saat kiamat akan terjadi justru ajakan Rasulullah adalah menanam.
Apalah arti sebuah tunas.? Bila ditanam pasti membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa dinikmati hasilnya. Padahal sebentar lagi kiamat tiba."
Hadits ini tidak mengecilkan arti akhirat. Akhirat tetap lebih utama daripada dunia. Akhirat tetap lebih abadi. Akhirat lebih berhak untuk dipersiapkan. Akhirat tidak boleh diabaikan.
Kesungguhan untuk membekali diri menuju akhirat harus lebih baik. Dan kaum muslimin pasti menyadari bahwa _al aakhiratu khairun min al uula juga al aakhiratu khairun wa abqa_ (lebih baik dan lebih abadi).
Akhirat memang lebih utama. Bagaimana mengutamakannya? Akhirat lebih abadi. Bagaimana menyiapkan diri menghadapinya?
Umumnya, mengutamakan akhirat dan menyiapkan menghadapinya dengan cara memperbanyak aktifitas ritual, ibadah mahdhah, dan khusyu` dalam dzikir. Aktifitas dunia dianggap berpotensi melupakan keutamaan akhirat.
Segala ikhtiar materi-duniawi dianggap tidak selaras dengan keyakinan bahwa akhirat itu khairun wa abqa. Karena itu terhadap orang-orang yang diperkirakan usia biologisnya mendekati kematian, saran yang paling sering disampaikan adalah segala hal tentang amal ritual-spiritual.
Akan tetapi hadits ini berpandangan lain. Akhirat harus disiapkan dengan bekal yang baik. Bekal itu adalah amal yang berbuah ‘pahala’. Dan pahala tidak semata berada dalam amal-amal ritual. Akan tetapi pahala juga ada di balik aktifitas material yang sering dianggap tidak terkait dengan upaya membangun kebahagiaan ukhrawi. Ada pahala dalam amal material sebagaimana ada pahala dalam amal ritual-spiritual.
Nabi mengingatkan bahwa tidak ada pemilahan antara wilayah ukhrawi dan wilayah duniawi. Amal duniawi dan amal ukhrawi keduanya adalah jalan untuk menuju akhirat. Dunia adalah tahriqul al akhirah, sebagaimana ibadah juga thariqu al akhirah.
Kata Muhammad Quthub "thariqu al dunya huwa thariqul al akhirah" (jalan dunia adalah jalan akhirat). Tapi, bila tidak tepat dalam penerapannya, maka bisa jadi amal dunia tetap amal dunia, sebagaimana amal ukhrawi bisa berubah status sebagai amal dunia.
Wallahu a’lam bisshawab.
*Ahmad Djalaluddin adalah dosen paska sarjana UIN Malik Ibrahim Malang
Leave a Comment