Beginilah Sebuah Karakter (1)
Berbagi hadiah |
Seorang anak pengembala di tanya "nak... Maukah engkau jual kambingmu kepadaku? Tanya seorang lelaki tengah baya yang kebetulan melewati area gembala ternak. "Kambing ini milik tuanku paman, saya tidak bisa menjualnya" Jawab si anak menimpali. Si lelaki kembali menawar, "akan saya beli dengan harga tinggi, nak. Juallah kepadaku salah satu saja kambing milik tuanmu kepadaku". Si anak gembala tetap pada pendiriannya sehingga membuat heran lelaki tadi, meski harga sudah dinaiknya menjadi dua kali lipat. Karena penasaran si lelaki menghardik, "nak kenapa engkau begitu keukeuh. Bukankah engkau bisa saja beralasan kepada tuanmu bahwa salah satu kambing telah dimakan oleh binatang buas, dan engkau akan mendapatkan uang yang banyak, sementara tuanmu tidak melihat perbuatanmu." Si anak menjawab dengan nada tinggi, "wahai paman, Andai tuanku tidak melihatku tetapi Tuhan dari tuanku pasti melihat apa yang telah aku lakukan".
Pada kisah lain dimasa lalu, seorang lelaki yang kebetulan punya jabatan publik keluar setiap malam dimana sebagian banyak masyarakat sedang beristirahat karena kecapekan bekerja seharian. Dia tengok dan perhatikan kondisi setiap rumah diwilayahnya hingga kemudian didapati sebuah gubuk reot menarik perhatiannya. Lelaki tersebut yang kebetulan bersama seorang ajudan perlahan mendekati rumah dan sayup-sayup terdengar tangisan beberapa bocah kecil disertai bujuk rayu seorang wanita yang berusaha menenangkannya. "Ibu... lapar..." teriak bocah-bocah tersebut menyayat hati. Jawaban ibu yang tidak kalah sedihnya "iya anak-anakku ibu sedang memasak makanan. Ayo tidur dulu, nanti kalau sudah masak ibu akan bangunkan kalian". Sang lelaki dan ajudannya merasakan hatinya mulai bergolak sangat hebat, namun ditahannya hingga kondisi rumah perlahan mulai sepi. Rupanya tangisan bocah-bocah yang cukup lama membuat capai sehingga akhirnya membuat mereka tertidur. Setelah sepi sang lelaki mencoba untuk mengetuk pintu rumah agar mengetahui keadaan isi rumah. "Wahai ibu, bukakan pintu, saya perhatikan dari tadi sepertinya Anda punya masalah dengan putra putri Anda". Seperti tertahan wanita di dalam rumah menjawab, "iya tuan, sebentar pintu akan saya buka..." dan tampak seorang ibu yang masih muda, namun keliatan kusut karena kepayahan sedang membukakan pintu perlahan. "Ibu kenapa putra putrimu tadi menangis? Tanya lelaki tadi. "Tuan, anak-anak saya menangis karena menahan lapar. Sudah beberapa hari ini kami kesulitan mendapatkan makanan. Dan anak-anakku dari tadi pagi belum makan sedikitpun." jawab ibu dengan sangat sedih. "Tadi sempat aku dengar engkau mengatakan kepada anak-anakmu bahwa engkau sedang memasak sesuatu" Sergah lelaki pejabat. Sambil nenutup wajah, ibu tersebut menjawab "wahai tuan saya hanya pura2 memasak, agar anak-anakku menjadi tenang". Terperanjat lelaki pejabat, kemudian menghardik "aku dengar suara mendidih di tungkumu, kenapa engkau katakan engkau pura2 memasak". "Lihatlah sendiri tuan tungku kami" jawab si ibu bertambah sedih. Lelaki tersebut diikuti ajudannya bergerak melangkah ke dapur, dan setelah dibuka tutup tungku terperanjatlah lelaki pejabat dan ajudannya. Benar yang dikatakan si ibu, tungku berisi batu. "Wahai ibu kenapa engkau memasak batu, tidakkah engkau punya sedikit makanan, apakah jatah dari pejabat tidak sampai ke rumah Anda". Tiba-tiba dengan geram ibu mengatakan "benar, belum pernah rumah ini dimasuki jatah dari pejabat. Zhalim benar pejabat di tempat ini sehingga menelantarkan janda dengan banyak anak". Sang pejabat tidak kuasa menahan air matanya, kemudian berkata, "tunggulah sebentar ibu, aku akan carikan makanan buat ibu". Kemudian berlalu meninggalkan wanita itu sendiri
Tidak lama sang pejabat sudah memikul sekarung tepung gandum yang diambil dari rumah perbendaharaan negara. Sang ajudan yang mencoba membantu memikul barang bawaan lelaki pejabat malah kena hardik "apa kamu sanggup memikul dosa-dosaku nanti di akhirat". Begitulah sang pejabat tergesa menuju rumah wanita dengan banyak anaknya. Sampai akhirnya tibalah lelaki pejabat dan ajudannya kembali di rumah tersebut, dan kemudian memasakkan makanan dari tepung hingga masak. "Bangunkanlah anak-anakmu, katakan bahwa makanan telah masak" terdengar suara lelaki pejabat mengakhiri pekerjaannya. Rasa takjub bercampur dengan keheranan sang ibu membangunkan anak-anaknya. "Tuan, Anda baik hati" bisik ibu dalam hatinya. Betapa gembira anak-anaknya mendengar makanan telah masak. Bak seekor kucing lapar, anak-anak yang masih kecil berebut makanan. Sang ibu berupaya menenangkan karena makanan banyak dan cukup untuk mereka semua. Sang lelaki pejabat menyaksikan betapa anak-anak kecil itu benar-benar sangat lapar sehingga melahap makanannya dengan cepat. Hatinya sangat gembira, malam ini ia telah melaksanakan kewajibannya sebagai pejabat kepada satu keluarga yang kelaparan karena tidak mempunyai makanan sebagaimana malam-malam sebelumnya. Sang lelaki dan ajudannya pamit kepada wanita penghuni rumah. Rasa terima kasih yang mendalam dihaturkan kepada lelaki yang menurutnya sangat baik hati. Namun saat menanyakan nama lelaki, sang ibu sangat kaget dan ketakutan "maaf Tuan, maafkan kata-kata saya tadi. Saya tidak tahu kalau Tuan adalah penguasa di kota ini". Dengan jawaban lirih, lelaki itu menjawab. "Sudahlah ibu, mulai esok, kalau makanan di rumah Anda habis, datanglah ke rumah oerbendaharaan negara. Dan mintalah jatah Anda dan anak-anak Anda." lelaki itu berlalu, dan nampak lelaki itu tidak sedikitpun menyimpan rasa kesal atau marah atas ucapan-ucapan wanita tadi yang mengatakan bahwa ia adalah pejabat yang zhalim.
Jauh sebelum pejabat di atas berkuasa, seorang pejabat lain juga memperlihatkan karakter yang luar biasa. Ia datangi rumah-rumah yang ada di kotanya. Lalu membantu semua hajat penduduk kota tersebut. Hingga ia hafal betul dengan setiap kondisi penduduk yang tinggal di kota tersebut. Termasuk ia datangi rumah sederhana dimana tinggal di dalam rumah itu seorang yang sudah kakek-kakek. Tidak didatangi rumah itu kecuali sang pejabat hanya ingin senyum dari sang kakek setelah selesai menyuapi makan malamnya dan memenuhi semua kebutuhan kakek tadi.
Ada juga kisah rakyat biasa, tatkala kedatangan tamu yang kemalaman di jalan. Maka dijamunya tamu tersebut dengan makanan satu-satunya yang masih ada. Sementara ia dan keluarganya menahan lapar dari malam hingga keesokan harinya.
Sementara dalam kondisi paceklik, seorang yang ingin bersedekah makanan ke tetanganya justru mendapatkan kembali makanannya tersebut setelah berputar ke 6 orang tetangganya. Rupa-rupanya setiap keluarga berfikir bahwa ada tetangga yang jauh lebih membutuhkan, sehingga makanan hanya berputar-putar diantara mereka.
Di saat lain ada seorang pejabat, ketika kedatangan tamu pada malam hari maka ditanya apakah tamu itu datang untuk negara ataukan urusan pribadi. Jika tamu itu datang untuk urusan pribadi maka pejabat itu memadamkan lampu minyak di meja kerjanya.
Masih banyak kisah-kisah menakjubkan yang terjadi di masa lalu. Semua kisah sangat menginspirasi dan memberi keteladanan hidup yang luar biasa dalam bersikap dengan sesama. Kisah-kisah itu bukanlah dongeng, bukan pula katanya-katanya. Semua terdokumentasi dengan rapi pada kitab-kitab yang ditulis oleh sejarawan.
Lantas bagaimana dengan kita? Adakah yang menulis sejarah diri kita untuk diambil pelajaran oleh generasi setelah kita. Jawabnya ada dihati kita masing-masing. (abi/asa)
Leave a Comment