Askep Gadar: Cidera Kepala
Pendahuluan
Trauma kepala adalah kejadian paling sering di unit gawat darurat, yang menyumbang lebih dari satu juta kunjungan setiap tahun. Ini adalah penyebab umum kematian dan kecacatan pada anak-anak dan orang dewasa. Berdasarkan skor Glasgow Coma Scale (GCS), diklasifikasikan sebagai:
- Ringan = GCS 13 hingga 15, juga disebut gegar otak
- Sedang = GCS 9 sampai 12
- Berat= GCS 3 sampai 8.
Etilogi
Penyebab utama trauma kepala adalah (1) kecelakaan kendaraan bermotor, (2) jatuh, dan (3) penyerangan. Berdasarkan mekanismenya, trauma kepala diklasifikasikan sebagai (1) tumpul (mekanisme paling umum), (2) tembus (cedera paling fatal), (3) ledakan. trrauma kepala yang paling parah diakibatkan oleh tabrakan kendaraan bermotor dan jatuh.
Patofisiologi
Patogenesis TBI adalah proses kompleks yang dihasilkan dari cedera primer dan sekunder yang menyebabkan defisit neurologis sementara atau permanen. Defisit primer berhubungan langsung dengan dampak eksternal primer otak. Cedera sekunder dapat terjadi dari menit ke hari dari dampak primer dan terdiri dari kaskade molekuler, kimia, dan inflamasi yang bertanggung jawab atas kerusakan otak lebih lanjut.
Volume kompartemen intrakranial terdiri dari 3 konten terpisah: parenkim otak (83%), cairan serebrospinal (CSF, 11%), dan darah (6%).4 Masing-masing konten ini bergantung satu sama lain untuk lingkungan homeostatis di dalam tengkorak. Doktrin Monroe-Kellie: Setiap komponen dari ruang intrakranial dapat mengalami perubahan, tetapi volume total isi intrakranial tetap konstan karena ruang di dalam tengkorak tetap. Dengan kata lain, otak memiliki mekanisme kompensasi untuk menjaga keseimbangan sehingga menjaga ICP tetap normal yaitu di bawah 15 mmHg. Namun, ketika volume intrakranial melebihi konstituen normalnya, kaskade mekanisme kompensasi terjadi. Peningkatan volume intrakranial dapat terjadi di otak yang mengalami trauma melalui efek massa dari darah, baik edema sitotoksik maupun vasogenik, dan kongesti vena. Jaringan otak tidak dapat dimampatkan. Akibatnya, jaringan otak edema pada awalnya akan menyebabkan ekstrusi CSF ke kompartemen tulang belakang. Akhirnya, darah, terutama yang berasal dari vena, juga dikeluarkan dari otak. Tanpa intervensi yang tepat, dan terkadang bahkan dengan intervensi maksimal, mekanisme kompensasi gagal dan hasil akhirnya adalah kompresi otak patologis dan kematian berikutnya.
Epidemiologi
Trauma kepala lebih sering terjadi pada anak-anak, orang dewasa hingga 24 tahun, dan mereka yang lebih tua dari 75 tahun. Trauma kepala 3 kali lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Meskipun hanya 10% dari Trauma kepala terjadi pada populasi lanjut usia, itu menyumbang hingga 50% dari kematian terkait Trauma kepala.
Pengkajian Awal (Initial Assessment)
Pengkajian pada kondisi gawat darurat biasanya menggunakan pendekatan survey primer dan survey sekunder. Jika ditemukan masalah pada korban, tindakan biasanya langsung diberikan. Misal jika pada pemeriksaan airway, pasien mengalami sumbatan jalan nafas, maka manajemen airway langsung dilakukan. Jika korban mengalami henti jantung dan nafas, maka dilakukan RJP. Jika pada pemeriksaan fisik ditemukan perdarahan, maka segera menghentikan perdarahan, jika ada fraktur maka dilakukan pembidaian.
Seorang korban yang datang ke unit/ruang gawat darurat, biasanya akan dipilah dan dinilai prioritasnya. Tindakan ini disebut dengan triage. Indikasi seseorang mengalami injuri kepala jika ditemukan tanda-tanda berikut:
- Luka di kepala
- Fraktur di kepala/wajah
- Bengkak dan memar
- Kehilangan kesadaran
- Cairan/ darah di hidung
- Kaku leher
Segera tangani dengan cepat jika pasien/korban menampakkan:
- Mengantuk
- Bertindak aneh, ucapannya tidak bisa dimengerti
- Sakit kepala hebat dan mengalami kaku leher
- Mengalami kejang
- Pupil mata tidak dama lebar
- Tidak bisa menggerakkan tangan dan kaki
- Kehilangan kesadaran meski hanya sebentar
- muntah lebih dari sekali
Jika ditemukan batttle sign, racoon eye mengindikasikan pasien mengalami fraktur dasar tengkorak.
Diagnosis Keperawatan
- Pola nafas tidak efektif s/d kerusakan tekanan pusat pernapasan di batang otak
- Kebingungan Akut s/d peningkatan tekanan intrakranial
- Penurunan kapasitas adaptif intrakranial s/d meningkatkan tekanan intrakranial
- Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak : Faktor risiko: efek peningkatan tekanan intrakranial, trauma pada otak
- Kehilangan Penglihatan s/d kerusakan tekanan pusat sensorik di otak.
Intervensi & Implementasi
Intervensi dilakukan sesuai dengan temuan awal pada survey primer dan survey sekunder. Selanjutnya intervensi secara umum adalah sebagai berikut:- Meninggikan kepala
- Terapi hiperventilasi, hanya digunakan untuk periode singkat selama kerusakan neurologis akut
- Pencegahan Kejang, dengan diberikan obat antikejang selama 1 minggu
- Terapi hiperosmoler, pemberian manitol dalam bentuk bolus atau infus
- Monitor ICP
- Menyiapkan pasien untuk menjalani pembedahan, jika perlu pembedahan
Referensi:
- Galgano, M., Toshkezi, G., Qiu, X., Russell, T., Chin, L., & Zhao, L. R. (2017). Traumatic Brain Injury: Current Treatment Strategies and Future Endeavors. Cell transplantation, 26(7), 1118–1130. https://doi.org/10.1177/0963689717714102
- Heller F.R. Head Injury-First Aid. [Updated 2021 Sept 23]. Available from: https://medlineplus.gov/ency/article/000028.htm
- Shaikh F, Waseem M. Head Trauma. [Updated 2021 May 19]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430854/
Catatan: artikel ini disiapkan untuk bahan ajar mahasiswa D-3 Keperawatan.
Leave a Comment