Manajemen Hipertensi

Image by Freepik


Hipertensi atau juga dikenal dengan istilah tekanan darah tinggi, adalah kondisi medis di mana tekanan darah dalam arteri secara konsisten lebih tinggi di atas. Tekanan darah terdiri dari tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi ketika tekanan sistolik melebihi 140 mmHg dan/atau tekanan diastolik melebihi 90 mmHg.

Prevalensi

Menurut laporan Global Burden of Disease Study pada tahun 2019, sekitar 1,13 miliar orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi. Prevalensi ini diperkirakan sekitar 26% dari total populasi dewasa.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa hipertensi adalah penyebab utama kematian yang dapat dicegah di seluruh dunia. Mereka memperkirakan bahwa sekitar 1,5 miliar orang dewasa, atau sekitar 31% dari populasi dewasa global, menderita hipertensi pada tahun 2025.

Ada perbedaan dalam prevalensi hipertensi antara negara-negara. Negara-negara dengan prevalensi hipertensi tertinggi termasuk negara-negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Thailand, dan Filipina, serta negara-negara di Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa.

Di Indonesia, menurut laporan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan Indonesia, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah sekitar 34,1% pada populasi dewasa. Angka ini lebih tinggi dari prevalensi global. Ini juga berarti bahwa sekitar 1 dari 3 orang dewasa di Indonesia mengalami hipertensi.

Klasifikasi hipertensi

Terdapat klasifikasi hipertensi yang berbeda-beda disetiap negara. Di Amerika ada klasifikasi menurut American Heart Association (AHA) dan American College of Cardiology (ACC), di Eropa ada Klasifikasi hipertensi menurut European Society of Cardiology (ESC) dan European Society of Hypertension (ESH). Di Indonesia juga terdapat klasifikasi hipertensi yang digunakan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia berdasarkan pada pedoman yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Klasifikasi ini memiliki perbedaan sedikit dengan klasifikasi di Amerika dan Eropa. Berikut adalah klasifikasi hipertensi yang digunakan di Indonesia:

Normal:

  • Tekanan darah sistolik: Kurang dari 120 mmHg.
  • Tekanan darah diastolik: Kurang dari 80 mmHg.

Prehipertensi:

  • Tekanan darah sistolik: 120-139 mmHg.
  • Tekanan darah diastolik: 80-89 mmHg.

Hipertensi Derajat 1:

  • Tekanan darah sistolik: 140-159 mmHg
  • Tekanan darah diastolik: 90-99 mmHg

Hipertensi Derajat 2:

  • Tekanan darah sistolik: 160 mmHg atau lebih tinggi
  • Tekanan darah diastolik: 100 mmHg atau lebih tinggi

Selain klasifikasi di atas, AHA membagi hipertensi berdasarkan faktor penyebab yang mendasarinya yaitu hipertensi primer dan sekunder. Hipertensi primer merupakan jenis hipertensi yang paling umum, dan sekitar 90-95% kasus hipertensi tergolong dalam kategori ini. Hipertensi primer tidak memiliki penyebab yang jelas, tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor gaya hidup dan genetik. Faktor risiko yang berkontribusi termasuk pola makan yang tidak sehat, kurangnya aktivitas fisik, obesitas, merokok, konsumsi alkohol berlebihan, stres, serta faktor genetik. Hipertensi primer dapat berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun tanpa gejala yang jelas.

Hipertensi sekunder merupakan jenis hipertensi yang disebabkan oleh kondisi medis yang mendasarinya. Hipertensi sekunder hanya menyumbang sekitar 5-10% dari total kasus hipertensi. Penyebab yang mungkin termasuk penyakit ginjal, penyakit hormonal (seperti hipertiroidisme atau sindrom Cushing), penyakit pembuluh darah, obstruksi arteri renal, efek samping obat-obatan tertentu, serta faktor genetik yang terkait dengan hipertensi tertentu.

Manifestasi klinis

Seorang pasien didiagnosis hipertensi jika tekanan darahnya lebih tinggi dari rentang nilai normal yaitu > 120/80 mmHg. Namun, hipertensi sering kali disebut sebagai "Silent Killer" karena seringkali tidak menunjukkan gejala yang jelas pada tahap awal. Beberapa orang dengan hipertensi dapat mengalami tanda dan gejala tertentu jika tekanan darahnya sudah mencapai tingkat yang signifikan. Berikut adalah beberapa tanda dan gejala yang dapat terkait dengan hipertensi:

Sakit kepala: Salah satu gejala yang umum terkait dengan hipertensi adalah sakit kepala, terutama di bagian belakang kepala. Namun, sakit kepala juga bisa disebabkan oleh banyak faktor lain, jadi sakit kepala saja tidak cukup untuk mendiagnosis hipertensi.

Sesak napas: Seseorang dengan hipertensi yang tidak terkontrol dapat mengalami sesak napas atau kesulitan bernapas. Ini dapat terjadi karena tekanan darah tinggi memengaruhi fungsi jantung dan pembuluh darah, mempengaruhi aliran darah dan oksigen ke paru-paru.

Pusing dan pingsan: Tekanan darah tinggi yang parah dapat menyebabkan pusing, pingsan, atau rasa lemah. Hal ini terjadi ketika otak tidak mendapatkan pasokan darah yang cukup.

Detak jantung cepat atau tidak teratur: Hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peningkatan detak jantung atau detak jantung yang tidak teratur. Ini bisa terasa sebagai denyutan yang kuat di dada atau jantung yang berdebar.

Gangguan penglihatan: Beberapa orang dengan hipertensi mungkin mengalami gangguan penglihatan, seperti penglihatan kabur, penglihatan ganda, atau bintik-bintik hitam yang melayang di depan mata. Ini terjadi karena tekanan darah tinggi dapat memengaruhi pembuluh darah di mata.

Komplikasi

Hipertensi dapat menjadi masalah serius karena dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi kesehatan, seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, dan masalah kesehatan lainnya. Kondisi ini sering kali tidak menimbulkan gejala yang jelas, sehingga sering disebut "Silent killer" karena bisa berlangsung tanpa disadari selama bertahun-tahun.

Faktor resiko

Faktor risiko yang berkontribusi pada hipertensi meliputi riwayat keluarga, usia, kebiasaan makan yang tidak sehat, kelebihan berat badan atau obesitas, kurangnya aktivitas fisik, tingkat stres yang tinggi, konsumsi alkohol yang berlebihan, dan merokok.

Management Hipertensi 

Hipertensi dapat dikelola melalui perubahan gaya hidup sehat, seperti menjaga pola makan yang seimbang, meningkatkan aktivitas fisik, menghindari konsumsi alkohol berlebihan, managemen stres, dan jika diperlukan, mengonsumsi obat-obatan yang diresepkan oleh dokter.

Mengatur Pola Makan

Beberapa langkah penting yang dapat diambil dalam pengaturan pola makan untuk penderita hipertensi adalah sebagai berikut:

  1. Batasi asupan natrium (garam): Mengurangi konsumsi garam adalah langkah penting dalam pengaturan pola makan untuk mengendalikan tekanan darah. Disarankan untuk membatasi asupan natrium kurang dari 2.300 miligram (mg) per hari atau bahkan lebih rendah, tergantung pada kondisi individu. Hindari makanan yang tinggi garam seperti makanan olahan, makanan cepat saji, camilan gurih, dan saus dengan kandungan tinggi garam.
  2. Konsumsi makanan yang kaya akan kalium: Kalium membantu mengurangi efek natrium pada tekanan darah. Konsumsi makanan yang kaya akan kalium seperti buah-buahan (pisang, jeruk, kiwi), sayuran hijau (bayam, brokoli), kacang-kacangan, dan biji-bijian dapat membantu menyeimbangkan asupan natrium.
  3. Pilih makanan rendah lemak jenuh dan kolesterol: Memilih sumber makanan rendah lemak jenuh dan kolesterol dapat membantu menjaga kesehatan jantung. Pilih lemak sehat seperti lemak tak jenuh (minyak zaitun, alpukat) dan sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa kulit, dan kacang-kacangan.
  4. Tingkatkan konsumsi serat: Serat dapat membantu menurunkan tekanan darah dan meningkatkan kesehatan jantung secara umum. Konsumsi makanan tinggi serat seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan dianjurkan.
  5. Batasi konsumsi alkohol: Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Jika Anda minum alkohol, batasi konsumsi menjadi jumlah yang moderat (misalnya, satu minuman per hari untuk wanita dan dua minuman per hari untuk pria).
  6. Perhatikan ukuran porsi: Mengontrol ukuran porsi makanan dapat membantu mengendalikan asupan kalori dan menjaga berat badan yang sehat. Pastikan untuk makan secukupnya dan menghindari makan berlebihan.

Meningkatkan Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah, meningkatkan kesehatan jantung, dan mengurangi risiko komplikasi terkait hipertensi. Jenis aktivitas fisik yang sesuai bagi penderita hipertensi mencakup berjalan, bersepeda, berenang, dan jogging. Aktivitas dimulai dengan menyesuaikan keadaan pasien, jika pasien belum terbiasa dengan aktivitas fisik, mulailah dengan perlahan dan tingkatkan intensitas secara bertahap. Mulailah dengan waktu singkat dan intensitas rendah, kemudian perlahan-lahan tambahkan durasi dan intensitasnya seiring waktu.

Managemen stres

Mengelola stres sangat penting bagi penderita hipertensi karena stres dapat memengaruhi tekanan darah. Berikut tindakan pengelolaan stres pada penderita hipertensi adalah sebagai berikut:

  1. Latihan relaksasi: Praktikkan teknik relaksasi seperti pernapasan dalam, meditasi, yoga, atau relaksasi otot secara teratur. Ini dapat membantu menenangkan pikiran dan tubuh, mengurangi tingkat stres, dan menurunkan tekanan darah.
  2. Aktivitas fisik secara teratur dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan. Berjalan, bersepeda, berenang, atau melakukan olahraga favorit Anda secara rutin dapat membantu mengurangi tingkat stres dan meningkatkan suasana hati.
  3. Pastikan Anda mendapatkan waktu istirahat yang cukup setiap hari. Tidur yang cukup dapat membantu memulihkan tubuh dan pikiran, serta mengurangi stres.
  4. Temukan kegiatan yang Anda nikmati dan dapat membantu mengalihkan perhatian dari stres. Hal ini bisa berupa membaca buku, mendengarkan musik, menulis jurnal, berkebun, atau melakukan hobi yang Anda sukai.
  5. Konsumsi makanan sehat dan seimbang dapat memengaruhi kesehatan mental dan emosional Anda. Hindari makanan olahan, makanan tinggi gula, dan kafein berlebihan yang dapat memengaruhi tingkat energi dan suasana hati.
  6. Mencari dukungan sosial atau berbagi masalah dengan orang-orang terdekat atau teman dapat membantu mengurangi beban emosional. Dukungan sosial dapat memberikan rasa nyaman, pemahaman, dan perspektif yang positif.
  7. Atur waktu Anda dengan baik untuk menghindari tekanan dan kelebihan tugas. Prioritaskan tugas yang penting dan belajar mengatakan "tidak" jika terlalu banyak tanggung jawab.
  8. Hindari kebiasaan buruk seperti merokok, mengonsumsi alkohol berlebihan, atau mengandalkan obat-obatan terlarang untuk mengatasi stres. Kebiasaan ini dapat memperburuk tekanan darah dan meningkatkan risiko komplikasi.

Konsumsi Obat-Obatan Yang Diresepkan Oleh Dokter

Pemilihan obat yang tepat untuk pengobatan hipertensi akan bergantung pada faktor seperti tingkat tekanan darah, adanya kondisi medis lain, riwayat penyakit, dan respons individu terhadap obat. Penting untuk berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan obat mana yang paling sesuai untuk Anda, serta untuk pemantauan dan penyesuaian dosis yang tepat. Berikut adalah beberapa kelas obat yang umum digunakan untuk pengobatan hipertensi:

  1. Diuretik, bekerja dengan meningkatkan pengeluaran air dan garam dari tubuh melalui urin. Diuretik membantu mengurangi volume cairan dalam pembuluh darah, sehingga menurunkan tekanan darah. Contoh diuretik yang umum digunakan adalah diuretik tiazid (misalnya, hidroklorotiazid).
  2. ACE inhibitor (Inhibitor enzim konversi angiotensin): ACE inhibitor menghambat produksi zat bernama angiotensin II yang menyebabkan pembuluh darah menyempit. Dengan menghambat angiotensin II, pembuluh darah dapat melebar, sehingga tekanan darah menurun. Contoh ACE inhibitor yang umum digunakan adalah captopril, lisinopril, enalapril.
  3. ARB (Angiotensin Receptor Blocker): ARB bekerja dengan menghambat aksi angiotensin II pada reseptor tertentu di pembuluh darah, sehingga menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan penurunan tekanan darah. Contoh ARB yang umum digunakan adalah losartan, valsartan.
  4. Bloker beta: Bloker beta bekerja dengan menghambat aksi hormon epinefrin dan norepinefrin, yang menyebabkan penurunan denyut jantung dan relaksasi pembuluh darah. Contoh bloker beta yang umum digunakan adalah atenolol, metoprolol.
  5. Calcium channel blocker (CCB): CCB bekerja dengan menghambat aliran kalsium ke dalam sel otot di dinding pembuluh darah, yang menyebabkan relaksasi pembuluh darah dan penurunan tekanan darah. Contoh CCB yang umum digunakan adalah amlodipin, nifedipin.
  6. Obat penghambat renin: Obat penghambat renin bekerja dengan menghambat enzim renin, yang terlibat dalam produksi angiotensin II. Hal ini menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan penurunan tekanan darah. Contoh obat penghambat renin yang umum digunakan adalah aliskiren.



No comments

Abi. Powered by Blogger.